Musim penghujan pada awal 2019, air sedang melimpah di danau kedua terluas di Kalimantan Timur itu. Rawai yang Fatham bentangkan panjangnya 1 kilometer. Alat pancing itu terdiri dari nilon yang dilengkapi dari 200 mata kail. Ia memasang potongan ikan lele sebagai umpan. Hari itu, Fatham berharap memperoleh banyak ikan patin.
Setiba di lokasi, Fatham memeriksa rawainya dari sisi tepi danau. Jarak antara satu mata pancing dengan yang lainnya sekitar 6 meter. Ia mendayung untuk memeriksa setiap mata kail. Firasatnya benar. Banjir di Danau Melintang merupakan waktu yang tepat mencari ikan patin. Satu per satu ikan yang tersangkut pancing dinaikkan ke atas perahu.
Matahari kian menyengat ketika Fatham sudah mencapai tengah danau. Ia telah menghabiskan waktu lebih kurang dua jam untuk mendayung. Tiba-tiba, ia merasa ada yang janggal ketika memeriksa salah satu mata pancing.
“Kalau (ikan) patin itu, terasa (tarikannya). Waktu itu berbeda. Pancingnya seperti tersangkut,” terang Fatham, Kamis, 14 September 2023.
Fatham meminta bantuan. Ia berteriak meminta tolong tetapi tak seorang pun yang mendengar. Ia lantas menarik nilon itu seorang diri. Rasa penasarannya kian bertambah. Apa daya, tenaganya belum sanggup menarik tali tersebut. Fatham sudah mengambil tombak kayu dari atas perahu untuk membantu menemukan ujung mata pancing. Masih belum bisa juga. Ia pun mengambil mandau dan menusukkannya ke ujung tali nilon.
“Nah, baru itu saya dapat. Gelambirnya besar sekali,” ingatnya.
Gelambir hewan itu dia naikkan. Ada siripnya. Betapa terkejutnya Fatham. Ikan itu besar sekali. Ukurannya nyaris sebesar antena parabola di rumah. Warnanya hitam dan putih. Lebar ikan itu 85 sentimeter. Beratnya, duga Fatham lebih dari 100 kilogram.
“Itu kali pertama dan terakhir saya melihat ikan pari di darat selama menjadi nelayan,” tutur pria yang telah menjadi nelayan selama 25 tahun tersebut. Pari tersebut segera dibawa ke desa. Fatham menyampaikan tangkapannya kepada warga. Pari tersebut tidak ia makan apalagi dijual. Ia memberikannya kepada warga.
“Walaupun sudah dibagi-bagikan, saking besarnya, masih tersisa,” ingat Madi Bin Irot, kepala Desa Muara Enggelam.
Pari raksasa air tawar juga pernah ditangkap di Kampung Minta, Kecamatan Penyinggahan, Kabupaten Kutai Barat. Menurut Subhan selaku petinggi kampung, pari itu ditangkap pada 2009. “Saat banjir mulai surut, seorang warga menemukan ikan pari yang tersangkut di lantai rumah. Lebarnya hampir 1 meter. Beratnya tidak kami timbang tetapi bisa ratusan kilogram,” terangnya.
Daging ikan dimasak warga. Rasanya mirip ikan pari laut. Dagingnya sedikit alot dengan cita rasa yang jauh berbeda dari ikan air tawar kebanyakan.
“Waktu itu, kami belum tahu ikan itu dilindungi. Sebenarnya, kami juga tidak terlalu menyukai rasanya,” tutur Martin, 68 tahun, seorang nelayan di Kampung Minta.
Satwa yang ditemukan di dua desa di Danau Melintang itu tidak lain pari sungai raksasa (Urogymnus polylepis). Spesies ini disebut sebagai satu dari antara ikan air tawar terbesar di dunia. Pari tersebut dapat tumbuh hingga diameter 1,9 meter dan berat 600 kilogram.
Pieter Bleeker, dokter dan ahli ikan (iktiolog) dari Belanda, adalah yang pertama kali memublikasikan ikan pari sungai raksasa secara ilmiah. Dalam bukunya berjudul Atlas Ichthyologique yang terbit pada 1862, Bleeker menyebutkan bahwa pari ini tergolong ovovivipar. Dengan kata lain, ikan ini berkembang biak dengan bertelur dan melahirkan. Pari sungai raksasa bertelur di dalam tubuh tetapi anaknya keluar dari tubuh induk seperti proses melahirkan. Cara berkembang biak pari ini mirip iguana, kuda laut, dan kadal.
Lebih detailnya yaitu embrio pari sungai raksasa awalnya memakan kuning telur. Anak yang masih di dalam telur kemudian menerima nutrisi tambahan dari induknya. Caranya dengan penyerapan tidak langsung cairan rahim yang diperkaya dengan lendir, lemak atau protein melalui struktur khusus. Anak pari yang baru dilahirkan memiliki lebar “sayap” sekitar 30 sentimeter.
Pari ini mendiami dasar yang berpasir atau berlumpur di muara sungai. Ikan-ikan kecil dan invertebrata adalah santapan favoritnya. Di seluruh dunia, pari jenis ini hanya hidup di beberapa aliran sungai. Masih menurut Bleeker, pari raksasa air tawar ditemukan di cekungan Sungai Mekong, Vietnam; cekungan Chao Phraya di Thailand; Kalimantan bagian timur, Papua Nugini, dan Australia bagian utara.
Pari sungai raksasa telah menghadapi ancaman kepunahan. Spesies ini banyak diburu untuk diambil dagingnya maupun dijadikan ikan hias. Habitatnya juga makin rusak karena pembalakan hutan, pertambangan, serta pertanian. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukannya ke kategori endangered species atau terancam punah.
Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Keputusan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Jenis Ikan yang Dilindungi. Pari sungai raksasa adalah jenis ikan dengan status perlindungan penuh.
Sub Koordinator Konservasi Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim, Yuliana Nidyasari, membenarkan bahwa pari raksasa di Danau Melintang, Semayang, dan Jempang merupakan hewan yang dilindungi. Ia mengatakan, ikan pari itu juga memiliki habitat di Pulau Sumatra.
Sejauh ini, belum ada catatan jumlah spesies yang tersisa di Kaltim karena belum ada pendataan. Disinggung upaya konservasi ikan pari sungai, Yuli menyatakan bahwa hal tersebut mengacu keputusan menteri. Sejauh ini, langkah perlindungan hewan tersebut masih sebatas sosialisasi kepada masyarakat.
“Belum ada penelitian sehingga kami masih sosialisasi saja. Disosialisasikan bahwa hewan ini dilindungi penuh,” ucapnya.
Sosialisasi yang dimaksud, Yuli menguraikan, ditujukan kepada nelayan. Apabila nelayan menemukan ikan pari sungai raksasa tersangkut alat tangkap secara tidak sengaja, hal itu tidak masalah. Ikan sidat, contohnya, adalah ikan yang dilindungi dan kerap tersangkut jala nelayan. Sama seperti ikan pari sungai, nelayan disarankan untuk mengembalikan ke habitatnya jika memungkinkan. Apabila tidak memungkinkan, sebenarnya tidak apa-apa juga.
“Sepanjang tidak ditangkap untuk dimanfaatkan,” tegasnya.
Yuli menambahkan, pemerintah pusat memang pernah mengumpulkan pemerintah daerah untuk menyosialisasikan keputusan menteri tersebut. Dari Kalimantan, pengelolaan ikan pari sungai raksasa diwakili Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak. Dengan dasar itulah, Pemprov Kaltim mengikuti kebijakan BPSPL Pontianak.
Yuli melanjutkan bahwa pemerintah daerah di Kaltim belum memiliki regulasi untuk spesies tersebut. Menurutnya, pemerintah daerah bisa menyiapkan regulasi seperti di Berau. Di kabupaten paling utara di Kaltim, sudah ada peraturan daerah tentang perlindungan hiu.
Banjir, Berkah bagi Mahakam Tengah
Sudah hampir dua bulan, permukaan Sungai Mahakam naik sampai 4 meter dari ketinggian biasanya. Banjir pada 2009 itu amat ekstrem. Martin, 68 tahun, adalah warga Kampung Minta, Kecamatan Penyinggahan, Kutai Barat, yang lantai rumahnya ikut terendam. Kediaman Martin memang sedikit lebih tinggi sehingga banjir besar tidak terlampau merepotkannya. Bagi nelayan sepertinya, banjir justru sudah dinanti-nanti. Begitu air surut, rezeki yang datang.
Satu dekade silam, permukaan Danau Melintang di belakang Kampung Minta surut dalam hitungan hari. Saat itulah seekor ikan pari raksasa ditemukan tersangkut di lantai rumah warga di Kampung Minta.
Martin waktu itu sudah menyiapkan jalanya. Lima puluh tahun menjadi nelayan di kawasan tersebut, ia tahu bahwa itulah saatnya memanen ikan.
“Ada ratusan nelayan datang ke Danau Melintang. Termasuk, para nelayan dari kampung-kampung di Sungai Mahakam,” jelasnya.
Permukaan Danau Melintang selalu lebih dahulu surut dibanding Sungai Mahakam. Sepekan kemudian, ketika giliran Sungai Mahakam yang surut, nelayan-nelayan dari Danau Melintang, Danau Jempang, dan Danau Semayang yang menjemput rezeki di sungai terpanjang di Kaltim itu. Tidak ada satu nelayan pun yang keberatan ketika nelayan dari tempat lain mencari ikan di wilayah tangkap mereka. Dalam pekan-pekan itu, ikan melimpah ruah.
“Kami sebut, sekuat-kuatnya perahu. Artinya, seberapa perahu memuat ikan, segitulah jumlah tangkapannya,” tuturnya. Para nelayan kebanyakan menggunakan alat tangkap ikan tradisional. Mereka menggunakan bubu, pengilar, banjur, dan anco.
Di dekat Danau Semayang, Supyan Noor, kepala Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, juga membenarkan. Banjir adalah berkah bagi nelayan yang tinggal di kawasan gambut Lanskap Mahakam Tengah. Kepala desa yang sudah lebih 40 tahun menjadi nelayan ini mengatakan, semua jenis ikan tersedia pada saat banjir. Ikan-ikan yang bahkan sukar ditemukan, bisa diperoleh dengan mudah.
“Nelayan di Desa Muara Enggelam juga selalu menunggu banjir. Itu saat-saat bagi kami memanen ikan,” tutur Madi bin Irot, kepala desa yang lain.
Banjir yang dimaksud penduduk lokal adalah ketika air pasang pada musim penghujan mencapai ketinggian maksimal. Menurut laporan The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Propeat, ketinggian maksimal air pasang itu mencapai lebih dari 5 meter dari posisi level muka sungai saat normal. Rumah-rumah di Desa Melintang bisa terendam sampai setengah bangunan selama tiga bulan. Sebagian besar penduduk hanya bisa tidur di atas lantai darurat. Mereka membuat semacam para-para untuk tidur. Letaknya biasa di ruang tengah atau di dekat dapur.
“Ketika air pasang inilah, ikan-ikan di danau dan sungai besar bermigrasi ke daerah banjiran atau danau dan rawa,” jelas Tunggul Butarbutar dari GIZ Propeat.
Sebagai informasi, Sungai Mahakam terhubung dengan daerah banjiran (flood plains) yang luas. Daerah banjiran itu seperti Danau Semayang, Danau Melintang, Danau Siran, dan danau-danau lainnya. Pada pasang tertinggi, permukaan air di daerah banjiran tersebut jauh di atas normal dalam waktu yang panjang. “Pada saat itulah, ikan-ikan dari sungai besar bermigrasi ke daerah banjiran (danau atau rawa),” sambung Tunggul.
Daerah banjiran disebut menyediakan banyak makanan sekaligus tempat yang cocok bagi ikan untuk memijah. Makin lama durasi air pasang, jumlah ikan yang bermigrasi makin banyak. Ikan-ikan tersebut bahkan bisa menjadi dewasa atau matang gonad.
“Itu sebabnya, ketika banjir mulai surut, ikan-ikan yang bermigrasi tadi terkumpul di danau dan rawa tersebut. Nelayan pun mudah menangkapnya,” tutup Tunggul. (*)
Laporan mendalam (indepth report) ini tersaji berkat kerja sama kaltimkece.id dengan Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Peatland Rehabilitation and Management (PROPEAT).
Dilengkapi oleh: Muhibar Sobary Ardan
Artikel yang ditampilkan di kandela.kaltimkece.id merupakan hasil kerja jurnalistik yang mengikuti Kode Etik Jurnalistik menurut Undang- Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sumber literasi ialah buku, lansiran kantor berita resmi, jurnal, hasil penelitian, maupun arsip yang tidak masuk kategori dikecualikan sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Seluruh tulisan selalu didasari sumber yang jelas.