Ironi Warung Makan,
Pajaknya Lebih Besar
dari Penghasilan





















Pajak restoran sebesar 10 persen dari omzet disebut memberatkan usaha warung makan di Samarinda. Bayar pajaknya bahkan lebih besar dari penghasilan bersih mereka.
Namanya Suharto. Ia bukan presiden kedua Republik Indonesia melainkan pemilik warung makan di Jalan Pulau Flores, Samarinda Kota. Nama warungnya Bojonegoro yang diambil dari kota asal Suharto. Lelaki 64 tahun tersebut membuka kedai prasmanan dengan beragam menu. Harganya tidak terlalu mahal untuk ukuran orang Samarinda.

Warung makan Bojonegoro menyediakan menu ikan bakar, ayam goreng, sambal goreng hati, dan aneka sayur. Semua masakan itu diletakkan di etalase kaca di depan warung. Pembeli cukup membayar Rp 10 ribu hingga Rp 15 ribu sekali makan. Harga akan bergantung pilihan lauknya. Minumannya juga. Sementara nasinya, bolehlah ambil sepuasnya.

Harga yang bersaing menyebabkan warung berdinding beton biru itu ramai pengunjung. Ketika jam makan siang tiba, delapan meja panjang dengan belasan kursi nyaris terisi semua. Suharto bertugas duduk di kasir. Seorang pelayan sibuk melayani pembeli pada jam-jam begini. Ia mondar-mandir ke belakang warung untuk menyiapkan minuman.

Setiap kali pelayan itu pergi ke belakang, ia akan melewati sebuah poster kuning yang ditempel di dinding. Tulisan di poster itu, “’Wajib Pajak Ini Belum Melunasi Kewajiban Pajak Daerah.” Dengan kata lain, warung makan itu masih menunggak pajak restoran yang dipungut Pemkot Samarinda.

“Saya tahu, pajak itu adalah kewajiban. Tapi, besarnya 10 persen dari omzet sehingga sangat memberatkan,” tutur Suharto kepada reporter Kandela pada pertengahan September 2023. “Di luar pajak warung makan, saya juga harus membayar pajak reklame Rp 2 juta per tahun.”

Suharto, pemilik warung makan Bojonegoro di Jalan P Flores, Samarinda. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Suharto, pemilik warung makan Bojonegoro di Jalan P Flores, Samarinda. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Suharto melanjutkan, 10 persen pajak restoran itu dihitung dari pendapatan kotor, bukan laba atau pendapatan bersih. Jika dihitung-hitung, pendapatan kotor Suharto adalah Rp 2 juta per hari atau Rp 60 juta sebulan. Ia mesti menyetor pajak Rp 6 juta sebulan.

“Padahal, pendapatan bersih saya sebulan hanya Rp 3 juta sampai Rp 4 juta. Lebih besar pajaknya daripada pendapatan saya,” keluh lelaki yang sudah 12 tahun merantau di Samarinda tersebut.

Suharto menguraikan komponen biaya yang menggerus omzetnya tadi. Pertama, biaya menyewa warung Rp 7,5 juta per bulan. Selanjutnya, ia harus membayar gaji karyawan Rp 12,5 juta per bulan. Ditambah lagi, pengeluaran Rp 2,5 juta per bulan untuk tagihan air dan Rp 1,5 juta untuk listrik. Belum termasuk modal untuk belanja bahan makanan setiap tiga hari sekali atau sekitar Rp 30 juta per bulan. Total biaya untuk usahanya mencapai Rp 54 juta sebulan.

“Malahan, kalau harga cabai Rp 100 ribu per kilogram, bisa tidak ada untung sama sekali,” paparnya.

Desain Grafik: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Desain Grafik: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Suharto berharap agar pemerintah daerah mempertimbangkan ulang penarikan pajak 10 persen dari pendapatan kotor. Menurutnya, peraturan tersebut lebih tepat diberlakukan untuk restoran mewah atau kedai-kedai di pusat perbelanjaan. Warung nasi campur sepertinya, sambung Suharto, terancam mati kalau berani menaikkan harga makanan demi menyetor kewajiban.

Dasar penarikan pajak restoran di Samarinda termuat dalam Peraturan Daerah Samarinda Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pajak Daerah. Definisi restoran dalam beleid tersebut yaitu fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran.

Restoran juga mencakup rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, jasa boga atau katering, dan kegiatan usaha tertentu. Itu artinya, setiap penyedia jasa kuliner, terlepas dari tempat dan apa yang dijual, wajib membayar pajak restoran.

Menurut pasal 10 ayat 1 perda tersebut, dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran. Pada pasal 11 ayat 1, tarif pajak restoran ditetapkan 10 persen. Dua pasal inilah yang mengatur pengambilan pajak 10 persen dari omzet atau pendapatan kotor.

Pemkot Samarinda disebut tengah gencar menarik pajak untuk memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD). Pajak restoran merupakan salah satu sumber prioritas.

“Potensinya besar. Selama ini, terdapat gap antara jumlah unit usaha dengan besaran pajak yang dipungut,” demikian Hermanus Barus, kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Samarinda, Selasa, 12 September 2023.

Kepala Badan Pendapatan Daerah Samarinda, Hermanus Barus. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Kepala Badan Pendapatan Daerah Samarinda, Hermanus Barus. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Bapenda disebut rutin menyisir usaha kuliner. Sekali sepekan, lima unit pelaksana teknis mendatangi usaha-usaha kuliner yang belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Setiap UPT itu membawahi dua kecamatan. Upaya ini membuahkan hasil. Pada awal September 2023, total realisasi PAD dari pajak restoran mencapai Rp 78 miliar atau melebihi target Rp 70 miliar.

Hermanus menekankan bahwa wajib pajak hanya warung makan atau restoran dengan omzet lebih dari 60 juta per tahun (Rp 5 juta sebulan). Namun demikian, dalam praktiknya, Bapenda mengaku, memungut semua warung makan atau restoran di Samarinda. Hermanus beranggapan, tidak mungkin sebuah usaha kuliner dapat bertahan dengan omzet di bawah Rp 5 juta per bulan.

Hermanus menambahkan bahwa Bapenda Samarinda aktif mengawasi pembayaran pajak restoran. Bapenda bahkan memeriksa pembukuan unit usaha hingga yang paling ekstrem; menunggu di warung makan atau restoran tersebut dari buka hingga tutup.

“Kami tunggu seharian selama sepuluh hari. Dari pemantauan tersebut, kami hitung total (omzet) rata-ratanya,” paparnya.

Desain Grafik: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Desain Grafik: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Hermanus tidak membantah keluhan dari pengusaha kuliner. Akan tetapi, ia khawatir menimbulkan kebingunan apabila besaran pajak dibedakan sesuai penghasilan.

“Misalnya, ada warung nasi goreng yang ramai pengunjung, pajaknya 10 persen. Kemudian, warung nasi goreng yang sepi pajaknya 5 persen. Itu bagaimana nanti?”

Hermanus justru menyarankan agar pelaku usaha menyertakan pajak restoran dalam harga jual. Dengan demikian, pajak tersebut ditanggung konsumen. Bekas anggota Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Kaltim itu berharap, wajib pajak meningkatkan kesadaran membayar pajak. Pada dasarnya, pajak berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur daerah.

“Sekarang, di sana-sini ada perbaikan. Itu dari pajak yang kita bayar,” tegasnya.

Harus Berhati-Hati

Tiga kota di Kaltim, Samarinda, Balikpapan, dan Bontang, sebenarnya sama-sama mengenakan tarif pajak restoran 10 persen. Akan tetapi, Balikpapan contohnya, menerapkan tiga kategori tarif menurut Perda 4/2019.

Kategori A yang dikenai tarif pajak 10 persen adalah restoran dengan omzet yang dipersamakan dengan nilai penghasilan tidak kena pajak lebih besar K1. Apabila dihitung sesuai penghasilan tidak kena pajak (PTKP), K1 besarannya adalah Rp 63 juta per tahun. Selanjutnya, restoran kategori B (K0-omzet tidak lebih Rp 54 juta) dikenai 7 persen. Restoran kategori C yang omzetnya lebih kecil dari Rp 54 juta hanya dikenai pajak 3 persen.

Di Provinsi DKI Jakarta, warung makan yang beromzet di bawah Rp 200 juta per tahun tidak dikenai pajak sama sekali. Peraturan ini terdapat dalam Perda DKI Jakarta 11/2011 tentang Pajak Restoran.

Undang-Undang 17/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan juga dapat dijadikan perbandingan. Beleid ini mengatur bahwa pelaku usaha UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun atau Rp 40 juta per bulan tidak dikenakan pajak sama sekali.

Warung makan di Samarinda dikenai pajak 10 persen dari omzet. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Warung makan di Samarinda dikenai pajak 10 persen dari omzet. FOTO: MUHAMMAD AL FATIH-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Hairul Anwar, akademikus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman, memberikan pandangannya. Ia mengapresiasi semangat Pemkot Samarinda yang bekerja keras menggenjot PAD. Akan tetapi, ia menilai kerap kali masalah timbul dalam praktiknya.

”Seharusnya kan klir, pajak 10 persen ini bisa dikenakan di mana dan kepada siapa,” terangnya.

Dosen yang akrab disapa Codi itu menilai, pada dasarnya UMKM dan jenis usaha dengan modal besar tidak bisa disamaratakan. Pendataan setiap usaha dari wajib pajak harus jelas begitu pula penghasilannya.

Masalah yang kemudian muncul adalah ketika tarif pajak disamaratakan. Codi mengingatkan bahwa konsumen dari pelaku UMKM merupakan masyarakat menengah ke bawah. Apabila langkah memungut pajak tersebut keliru, implikasinya bisa serius. Contoh paling nyata ketika pemerintah menaikkan cukai rokok dengan angka yang signifikan.

“Sebagian masyarakat menengah ke bawah akhirnya beralih ke rokok ilegal yang lebih murah,” sebutnya.

Keadaan tersebut menyebabkan pemasukan dari cukai rokok bisa menurun. Codi mengingatkan bahwa situasi tersebut sangat mungkin terjadi dalam konteks UMKM. Ketika harga makanan makin mahal karena beban pajak, konsumen beralih ke alternatif lain. Fenomena ini akan merugikan kedua-dua pelaku usaha maupun pemerintah.

“Sebaiknya, mekanisme penarikan pajak ini terus diuji coba dan dievaluasi agar berjalan efektif. Efektif memberi penghasilan daerah sekaligus tidak menghambat efisiensi orang yang berusaha,” sarannya. (*)

Naskah
Muhammad Al Fatih
Editor
Fel GM
Ilustrasi
M Imtinan Nauval
Tanggal Penerbitan
26 September 2023
Kandela

Artikel yang ditampilkan di kandela.kaltimkece.id merupakan hasil kerja jurnalistik yang mengikuti Kode Etik Jurnalistik menurut Undang- Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sumber literasi ialah buku, lansiran kantor berita resmi, jurnal, hasil penelitian, maupun arsip yang tidak masuk kategori dikecualikan sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Seluruh tulisan selalu didasari sumber yang jelas.

KALTIMKECE.ID
Keren Cerdas
KANTOR
PT Kaltim Keren Cerdas
Jalan KH Wahid Hasyim II
Nomor 16, Sempaja Selatan,
Samarinda Utara, Samarinda,
Kalimantan Timur, 75119.
TELEPON
0811550176
SURAT ELEKTRONIK
VERIFIKASI DAN ASOSIASI
JEJARING MEDIA
LAMAN SITUS
  • Beranda
  • Samarinda
  • Balikpapan
  • Kutai Kartanegara
  • Mahakam Ulu
  • Historia
  • Kesehatan
  • Hukum
  • Lingkungan
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Connect With Us :
Copyright © 2018 Kaltim Kece - All right reserved.