Aksi damai itu berlangsung pada Jumat, 1 September 2023, di RT 41 Kelurahan Sumber Rejo, Balikpapan Tengah. Kedatangan hakim dari PN Balikpapan merupakan bagian dari agenda persidangan. Hakim akan mengadakan pemeriksaan faktual di lokasi tanah yang disengketakan.
Persidangan ini merupakan lanjutan dari gugatan 27 warga termasuk keluarga purnawirawan TNI. Tergugatnya adalah Komando Daerah Militer VI/Mulawarman. Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Balikpapan mewakili warga dalam gugatan ini. Adapun lahan yang disengketakan, luasnya 4 hektare, yang juga diklaim milik Kodam.
Kepada Kandela, Ketua PBH Peradi Balikpapan, Ardiansyah, menjelaskan perjalanan hingga lahan tersebut menjadi sengketa. Sebermula pada 1950, menurut versi penggugat, sejumlah orang membuka bidang tanah yang kini berlokasi di RT 41 dan RT 42 Kelurahan Sumber Rejo. Daerah itu dulunya disebut Kampung Karangredjo. Warga menanaminya dengan pohon lai, cempedak, nangka, dan tanaman yang lain.
Empat puluh tahun kemudian, pada 1980, tanah dipinjam pakai oleh TNI AD. Lahan kemudian dijadikan tempat isolasi tahanan politik (tapol) eks Partai Komunis Indonesia. Peminjaman lahan itu disebut tidak melibatkan warga. Hanya kepala kampung bernama Salepo dengan Pelaksana Khusus Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Laksus Pangkopkamtib).
Kopkamtib adalah lembaga keamanan internal yang didirikan setelah meletusnya peristiwa 30 September 1965. Lembaga ini bertujuan menjaga ketertiban mengingat keadaan negara yang kacau dan genting. Kopkamtib lantas menjadi lembaga super semasa Orde Baru sebelum dibubarkan pada 1988.
“Pada saat itu, tidak ada yang berani menentang kekuasaan TNI AD. Warga hanya bisa pasrah ketika lahan tersebut dimanfaatkan untuk tapol eks PKI,” sambung Ardiansyah selaku pengacara warga.
Tapol ditampung di Sumber Rejo hanya dua tahun atau hingga 1982. Para tapol itu kemudian dipindahkan ke Ambarawang, sebuah kelurahan di Samboja, Kutai Kartanegara. Lahan di Sumber Rejo selanjutnya diperuntukkan untuk pembangunan rumah dinas TNI AD.
“Pembangunan rumah dinas yang tanpa persetujuan pemilik lahan itu selesai pada 1985,” jelas Ardiansyah.
Anggota TNI AD Kodam IX/Mulawarman (nama Kodam VI/Mulawarman saat itu) menempati rumah dinas tersebut. Penempatannya berdasarkan Surat Perintah Nomor: Sprin/2/I/1985 yang diteken Komandan Komando Distrik Militer 0905, Letnan Kolonel Sugiarto.
Pada 2000, sambung Ardiansyah, kompleks perumahan umum di sekitar lahan milik warga ikut didirikan. Pembangunannya melalui yayasan milik Kodam VI Mulawarman yaitu Yayasan Tanjung Pura. “Rencana pembangunan perumahan itu diberi nama Tanjung Pura Bakti yang sekarang dikenal dengan nama Perumahan Mawija,” jelasnya.
Atas dasar perencanaan pembangunan perumahan itu, Kodam VI/Mulawarman mengumpulkan bukti kepemilikan tanah. Menurut Ardiansyah, pemilik akan diberi ganti rugi atas tanah dan tanaman. Akan tetapi, Kodam VI/Mulawarman disebut mengklaim tanah tersebut bukan milik warga.
“Tanah itu disebut milik Kodam VI/Mulawarman sehingga tidak bisa diganti rugi,” sambungnya.
Di sisi lain, Ardiansyah melanjutkan, sejumlah purnawirawan TNI AD yang menempati rumah dinas membeli sebagian tanah kepada pemilik tanah. Jual-beli itu dilakukan karena sepengetahuan para pensiunan, tanah tersebut bukan milik Kodam VI/Mulawarman melainkan hanya dipinjam.
Pada 27 April 2011, para keluarga purnawirawan menerima surat dari Kodam VI/Mulawarman. Surat bernomor B/191/IV/2011 itu berisi pemberitahuan II (terakhir). Rumah dinas tersebut, bunyi surat tadi, diperuntukkan bagi organik aktif yang berdinas di Kodam VI/Mulawarman.
Surat yang sama kembali datang pada 31 Desember 2022. Dalam surat bernomor B/2494/XII/2022, rumah dinas diminta dikosongkan sebelum 1 Maret 2023. Surat itu disebut Ardiansyah tanpa menyertakan alas hak kepemilikan apapun.
“Sehingga pada 20 Februari 2023, PBH Peradi Balikpapan mewakili warga dan keluarga purnawirawan mengajukan gugatan terhadap Kodam VI/Mulawarman ke Pengadilan Negeri Balikpapan,” terang Ardiansyah. Adapun bukti kepemilikan lahan yang dipegang warga berupa segel dan surat jual-beli.
Yance Pangayo, 82 tahun, adalah purnawirawan sersan mayor yang pensiun pada 1985. Ia juga ikut menggugat Kodam VI/Mulawarman. Yance mengaku, sudah tinggal di lahan yang bersengketa itu sejak 1983.
Yance juga bilang bahwa ia mengangsur pembelian rumah dan tanah sejak 2003. Kredit tersebut dibayarkan kepada pemilik tanah. Ia mengatakan bahwa lahan tersebut bukan milik Kodam karena dahulu hanya pinjam pakai.
“Makanya, saya beli ke pemilik tanah yang dibuktikan dengan surat segel,” jelasnya.
Penjelasan Kodam VI/Mulawarman
Kepala Penerangan Kodam VI/Mulawarman, Kolonel (Arm) Kukuh Antono, membantah klaim warga. Ia menegaskan bahwa lahan yang menjadi objek sengketa di RT 41 dan RT 42 Sumber Rejo adalah milik negara. Sampai sekarang pun, kata Kolonel Kukuh, masyarakat tidak bisa menunjukkan hak kepemilikan lahan.
“Kalau mereka bilang lahan itu dipinjam TNI, itu menurut mereka. Sejak dulu, lahan itu sudah milik Kodam VI/Mulawarman,” tegasnya.
Menurut Kodam, lahan seluas 6 hektare itu tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN). Nomor kode UAKPB-nya adalah 012.22.16.344293.000.KD. Lokasi lahan tersebut di Kompleks perumahan Sumber Rejo, Balikpapan.
Kukuh menegaskan bahwa Kodam tidak pernah merebut hak masyarakat. Pihaknya disebut memiliki legalitas atas lahan tersebut. Kendati demikian, Kodam tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Ia meminta agar warga dapat memahami dan menghormati proses hukum tersebut.
“Tanpa ada legalitas, kami (Kodam VI Mulawarman) tentu tidak akan maju apabila bukan hak TNI AD,” tutupnya.
Sementara itu, pada Kamis, 7 September 2023, sidang mengenai sengketa tersebut dijadwalkan. Agenda sidang adalah pembuktian penggugat di Pengadilan Negeri Balikpapan. Ardiansyah selaku pengacara penggugat menyampaikan, sidang tersebut ditunda selama dua pekan. (*)
Artikel yang ditampilkan di kandela.kaltimkece.id merupakan hasil kerja jurnalistik yang mengikuti Kode Etik Jurnalistik menurut Undang- Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sumber literasi ialah buku, lansiran kantor berita resmi, jurnal, hasil penelitian, maupun arsip yang tidak masuk kategori dikecualikan sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Seluruh tulisan selalu didasari sumber yang jelas.