Joki, Depresi,
dan Skripsi
Skripsi tak lagi satu-satunya syarat kelulusan. Kebijakan itu disebut dapat mengurangi fenomena joki dan depresi yang tengah marak gara-gara skripsi. Berikut laporan investigasinya.
Pemuda ceking berusia 32 tahun itu, panggil saja Joker, datang mengenakan kaus oblong dengan bawahan celana jin tiga per empat. Setelah celingak-celinguk sejenak, ia menghampiri seorang lelaki muda yang telah menunggunya di sebuah kedai di Kecamatan Samarinda Kota. Joker memesan kopi tanpa gula sebelum memulai pembicaraan dengan calon kliennya pada Jumat, 11 Agustus 2023.

Joker adalah seorang pembuat skripsi. Ia tengah menemui seorang mahasiswa dari sebuah perguruan tinggi di Samarinda. Komputer jinjingnya setengah terbuka ketika Joker mendengarkan uraian dari lawan bicaranya.

“Judulnya sudah ditentukan (dari fakultas). Masalahnya, harus bikin aplikasi untuk tugas akhir ini. Saya belum mampu membuatnya,” tutur mahasiswa tadi mengutarakan kesulitannya.

“Kalau begitu, dari bab I sampai bab VI, saya yang buat. Aplikasinya juga,” sahut Joker.

“Harganya?”

“Untuk proposal skripsi, Rp 2,5 juta. Hasil penelitian dan pembuatan aplikasi Rp 3 juta. Totalnya Rp 5,5 juta,” jawab Joker kemudian melanjutkan, “Setuju?”

“Setuju.”

Keduanya bersalaman. Joker menyanggupi tugas akhir itu rampung dalam sebulan. Ia menerima uang muka Rp 1 juta sebagai tanda jadi.

Ketika ditemui reporter Kandela, Joker sebenarnya enggan diwawancarai. Ia baru bersedia setelah Kandela menyebutkan sejumlah nama. Orang-orang yang disebut tadi adalah klien Joker terdahulu.

Karier Joker sebagai joki skripsi sebenarnya baru seumur jagung. Ia menggeluti dunia tersebut sejak pertengahan 2021. Sesuai disiplin ilmu yang ia kuasai, Joker biasanya menerima klien dari program studi ilmu pasti atau eksakta. Joker menguasai beberapa bahasa pemrograman. Ia juga mampu mengoperasikan sejumlah perangkat lunak yang sering dipakai mahasiswa ilmu eksak.

“Kebanyakan klien saya adalah mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Biasanya mereka dari kampus swasta,” tuturnya.

Joker menjamin bahwa tugas akhir yang ia buat tidak akan bermasalah. Ia mengaku punya cara khusus supaya karya tulis tidak terbaca alat pendekteksi plagiarisme. Skripsi yang ia buat tidak bermodalkan Google belaka.

“Dalam sebulan, saya menerima satu atau dua pekerjaan begini. Saya masih ada pekerjaan yang lain di luar ini (joki skripsi),” sambungnya.

Ilustrasi: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Ilustrasi: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Kehadiran jasa penyusunan tugas akhir disebut tidak lepas dari permintaan pasar. Joker mengatakan, jasanya tak akan diperlukan apabila semua mahasiswa mampu dan mau mengerjakan skripsi. Masalahnya, selalu ada saja yang tidak mampu menyusun tugas akhir. Ada pula yang sebenarnya mampu tetapi tidak mau. Bisa karena malas atau tidak punya waktu mengerjakannya.

“Celah itu akhirnya menimbulkan permintaan untuk menyusun skripsi. Makanya, jasa seperti ini seperti selalu tersedia di kota-kota yang punya banyak perguruan tinggi,” lanjutnya.

Dhiya Adawiyah adalah mahasiswi semester akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mulawarman. Ia pernah beberapa kali menemukan penyedia jasa skripsi di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, hingga e-commerce. Uniknya, jasa itu disebutkan secara terang-terangan.

Dhiya pernah tergoda memakai jasa tersebut sewaktu menyusun tugas akhir. Saat itu, pandemi Covid-19 sedang merajalela. Dhiya mengaku, kesulitan mengumpulkan data maupun referensi karena tidak bisa keluar rumah. Ia hampir depresi.

“Di situlah, saya iseng-iseng cari joki,” tuturnya.

Untungnya, meski masa kuliah sudah injury time, Dhiya tidak menggunakan jasa tersebut. Pandemi berakhir. Tugas akhirnya selesai lebih cepat. Dhiya mengaku khawatir apabila orang lain yang membuat skripsinya. Bagaimanapun, Dhiya yang akan berkonsultasi dengan pembimbing maupun mempresentasikannya di depan penguji. Bukannya si joki skripsi.

“Alhamdulillah, tugas akhir saya selesai tepat waktu dan saya buat sendiri. Yang paling penting itu sebenarnya kemauan. Kalau sudah berniat dan bertekad, sesulit apapun, pasti selesai,” sarannya.

Ilustrasi mahasiswa mencari referensi di perpustakaan kampus untuk menyusun skripsi. FOTO: ANDIKA PRATAMA-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Ilustrasi mahasiswa mencari referensi di perpustakaan kampus untuk menyusun skripsi. FOTO: ANDIKA PRATAMA-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Dosen dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman, Dahri Dahlan, menyayangkan fenomena praktik joki. Menurutnya, kampus sudah memberi pedoman agar mahasiswa bisa menyelesaikan tugas akhir. Sebagai contoh, Dahri membiasakan mahasiswa mengerjakan tugas dengan mengedepankan etos kerja sejak semester awal. Dalam setiap tugas, Dahri memberikan batasan minimum penggunaan referensi.

“Tugas mingguan untuk mahasiswa semester awal mesti memiliki daftar pustaka berupa enam judul buku dan tiga jurnal,” jelasnya.

Aturan itu disebut efektif. Mahasiswa tak lagi punya alasan tidak bisa mencari bahan bacaan. Kualitas karya tulis mahasiswa juga makin meningkat. Ketika mengerjakan skripsi dengan minimal 15 referensi, mahasiswa pun terbiasa.

“Malahan, mahasiswa saya yang mengerjakan karya tulis untuk UAS ada yang bisa mengumpulkan 30 referensi. Di tempat lain, itu setara skripsi,” tutur dosen yang mengampu mata kuliah di fakultas tersebut sejak 2015.

Di samping itu, Dahri juga heran apabila pengumpulan referensi menjadi alasan. Pada masa Dahri menempuh S-1 dulu, tugas akhirnya memiliki 46 referensi. Padahal, akses pada masa itu terbilang masih sukar. Mestinya, kata dia, semua lebih mudah sekarang karena dunia sudah di dalam genggaman.

Upaya menghindari penggunaan joki skripsi, Dahri mengatakan memiliki kiatnya. Ia biasanya memberi pertanyaan personal atau spesifik kepada mahasiswa yang sedang mengikuti sidang skripsi. Ujian lisan seperti itu disebut menjadi solusi.

Masalah lain adalah belum ada regulasi yang benar-benar rigid untuk menghukum joki skripsi. Sejauh ini, hanya Undang-Undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 25 ayat (2) dalam beleid itu mengatur plagiasi atau menjiplak. Aturan tersebut berbunyi, “Lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya.”

Orin Gusta Andini adalah dosen Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman, yang membenarkan hal tersebut. Menurutnya, UU di atas diberlakukan kepada pengguna jasa walaupun memerlukan penelusuran lebih lanjut. Mahasiswa atau pengguna jasa itu juga bisa dikenai pasal penipuan.

“Biasanya, ada surat pernyataan orisinalitas di setiap tugas akhir bahwa karya tersebut merupakan karya sendiri dan siap menanggung konsekuensi hukum,” terangnya.

Prof Lambang Subagiyo, Wakil Rektor Bidang Akademik, Universitas Mulawarman, menyampaikan pandangannya. Fenomena joki skripsi bisa dicegah dengan peran pembimbing sekaligus penguji tugas akhir. Kedua peran ini berwewenang menilai suatu karya tulis ilmiah benar-benar dikerjakan mahasiswa yang bersangkutan atau tidak.

Aturan Baru Skripsi

Menteri Nadiem Makarim telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 53/2023. Isinya tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi. Skripsi tidak lagi dijadikan syarat yang mesti dipenuhi untuk meraih gelar sarjana. Ada opsi lain seperti prototipe, proyek, atau bentuk yang bisa dikerjakan secara individu maupun kelompok.

Menanggapi peraturan baru tersebut, Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, Dr Marjoni Rachman, mengemukakan pendapatnya. Peraturan ini disebut erat dengan mendukung program Merdeka Belajar yang mengedepankan pengalaman konkret mahasiswa di lapangan. Sementara itu, skripsi tidak serta-merta dihapuskan dari syarat kelulusan mahasiswa.

“Permendikbudristek Nomor 53 itu bukan penghapusan skripsi melainkan opsional. Artinya, mahasiswa bisa lulus melalui jalur skripsi atau jalur yang lain,” jelasnya.

Ilustrasi: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Ilustrasi: M NAUVAL-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Beberapa program studi di Untag sejauh ini telah mengimplementasikan aturan tersebut. Mahasiswa yang magang selama satu semester, contohnya, dikonversikan setara 20 sistem kredit semester (SKS). Laporan magang kemudian menjadi tugas akhir.

“Bisa juga sebuah proyek di desa. Laporan itu yang jadi tugas akhir. Jadinya pengabdian,” jelas Marjoni.

Ia melanjutkan, kebijakan baru tersebut adalah langkah yang mendorong potensi mahasiswa lebih maksimal. Mahasiswa diberikan pilihan dalam menyesuaikan pengerjaan tugas akhir. Marjoni menerangkan, di Program Studi Arsitektur Untag, proyek desain perkampungan sudah bisa dijadikan tugas akhir mahasiswa. Ia juga menganggap kebijakan baru ini dapat mengurangi fenomena joki skripsi. Perguruan tinggi memiliki opsi yang mudah bagi mahasiswa.

“Menulis (untuk skripsi) itu bukan bakat semua orang. Artinya, ada bidang lain yang bisa dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan. Tetap perlu menulis laporan dengan bimbingan,” tegasnya.

Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, Dr Marjoni Rachman FOTO: ANDIKA PRATAMA-KANDELA-KALTIMKECE.ID
Rektor Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda, Dr Marjoni Rachman FOTO: ANDIKA PRATAMA-KANDELA-KALTIMKECE.ID

Rektor Universitas Mulawarman, Prof Abdunnur, menyatakan bahwa skripsi masih menjadi syarat kelulusan di Kampus Hijau, sebutan Unmul. Meski demikian, ia tidak menafikan bahwa kebijakan tersebut adalah langkah maju dalam dunia pendidikan. Peraturan ini bisa diimplementasikan terlebih dahulu dari skala paling kecil yaitu program studi yang sudah melaksanakan kurikulum terapan.

“Selagi tidak mengurangi makna dan bobot ilmiah dari tugas akhir mahasiswanya, tentu bisa (tugas akhir selain skripsi),” imbuhnya.

Depresi karena Skripsi

Di samping fenomena joki, penyusunan tugas akhir kerap menimbulkan depresi bagi mahasiswa. Padahal, menyusun skripsi sebenarnya bukan perkara yang amat sukar. Buktinya adalah mahasiswa yang berhasil menyusun tugas akhir dan menyelesaikan kuliah jauh lebih banyak daripada yang tidak.

Meminjam catatan Sketsa Unmul, sebanyak 8.918 mahasiswa Universitas Mulawarman di-drop out sepanjang 2018-2022. Sebagian besar mereka karena kehabisan tenggat studi. Sementara itu, jumlah mahasiswa Unmul yang diwisuda jauh lebih banyak. Unmul rata-rata mewisuda 6.000-an lulusan setiap tahun. Untuk kurun waktu 2018-2022, jumlah lulusan Unmul sekitar 30 ribu orang.

Penelusuran Kandela menemukan bahwa mahasiswa yang bermasalah dengan tugas akhir kebanyakan mereka yang sudah kehabisan waktu. Biasanya, mahasiswa di atas semester 12 yang mengalaminya. Peristiwa pada 11 Juli 2020 adalah satu dari antara indikasinya. Kala itu, seorang mahasiswa di Samarinda yang berusia 25 tahun mengakhiri hidupnya.

Dugaan kuat dari perbuatan itu karena yang bersangkutan depresi. Masa kuliahnya tinggal beberapa bulan sebelum di-drop out.

Kandela menemui seorang sarjana yang mengaku menyelesaikan tugas akhir di semester 14. Untuk menjaga privasinya, namanya tidak dituliskan di laporan ini. Alumnus perguruan tinggi negeri di Samarinda ini mengatakan, tekanan sudah mulai ia terima sejak tahun keenam kuliah atau semester 12. Teman-teman seangkatannya sudah banyak yang lulus. Orang tua juga selalu menanyakan kuliahnya. Pikirannya makin tak keruan karena harus mendapat judul skripsi secepatnya.

“Waktu itu pandemi. Saya kuliah dari rumah. Hari-hari, saya selalu ditanya orang tua dan tetangga. Sementara itu, judul skripsi yang saya ajukan ditolak berkali-kali,” tuturnya.

Pemuda itu mengaku depresi. Ia sempat dibawa ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaan jiwanya. Masalahnya, ia banyak melamun, menangis, sampai membenturkan kepala dan memukul wajahnya. Lewat dukungan teman-teman dan keluarga, ia akhirnya melanjutkan tugas akhirnya. Skripsinya selesai tepat waktu.

Ayunda Ramadhani adalah psikolog klinis sekaligus dosen di Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Ia membenarkan bahwa bagi sebagian mahasiswa, skripsi kerap dianggap sebagai stressor. Adapun yang dimaksud stressor, adalah istilah dalam ilmu psikologi yang merujuk kondisi, orang, atau peristiwa yang membuat perasaan tak nyaman bagi seseorang.

Penyebabnya bisa bermacam-macam. Dalam konteks penyusunan skripsi, bisa saja disebabkan karena tugas akhir disusun secara individual. Hal itu bisa menimbulkan tekanan yang berbeda dibanding tugas kuliah yang biasanya diselesaikan secara berkelompok. Belum lagi, dalam penyusunan skripsi, pasti banyak tantangannya. Mulai berkonsultasi dengan dosen pembimbing hingga revisi yang bisa berkali-kali.

“Belum lagi ketika teman seangkatan sudah lulus dan tekanan dari pihak lain untuk segera menyelesaikan kuliah,” terangnya.

Ayunda Ramadhani, psikolog klinis sekaligus dosen di Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman FOTO: ARSIP KANDELA-KALTIMKECE.ID
Ayunda Ramadhani, psikolog klinis sekaligus dosen di Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman FOTO: ARSIP KANDELA-KALTIMKECE.ID

Meski demikian, Ayunda menjelaskan, stressor seperti itu tak selamanya negatif. Semua bergantung dari tiap-tiap pribadi menanggapinya. Faktor-faktor eksternal seperti lingkungan individu juga dapat membantu atau justru memperburuk keadaan jiwa.

“Skripsi tak bisa serta-merta disimpulkan sebagai akar dari gangguan kejiwaan seseorang. Ada faktor ektersenal yang memengaruhi. Tentu saja tidak ada faktor tunggal di sini,” tutur Ayunda.

Sebagai seorang dosen, Ayunda memaparkan bahwa layanan konseling tersedia di Program Studi Psikologi, FISIP, Universitas Mulawarman. Mahasiswa bisa berkonsultasi dengan dosen yang berperan sebagai psikolog. Ada pula layanan peer group councilor yang melatih mahasiswa bisa mengadakan konseling dengan sesama mahasiswa. (*)

Naskah
Andika Pratama
Editor
Fel GM
Ilustrasi
M Imtinan Nauval
Tanggal Penerbitan
5 September 2023
Kandela

Artikel yang ditampilkan di kandela.kaltimkece.id merupakan hasil kerja jurnalistik yang mengikuti Kode Etik Jurnalistik menurut Undang- Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sumber literasi ialah buku, lansiran kantor berita resmi, jurnal, hasil penelitian, maupun arsip yang tidak masuk kategori dikecualikan sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi. Seluruh tulisan selalu didasari sumber yang jelas.

KALTIMKECE.ID
Keren Cerdas
KANTOR
PT Kaltim Keren Cerdas
Jalan KH Wahid Hasyim II
Nomor 16, Sempaja Selatan,
Samarinda Utara, Samarinda,
Kalimantan Timur, 75119.
TELEPON
0811550176
SURAT ELEKTRONIK
VERIFIKASI DAN ASOSIASI
JEJARING MEDIA
LAMAN SITUS
  • Beranda
  • Samarinda
  • Balikpapan
  • Kutai Kartanegara
  • Mahakam Ulu
  • Historia
  • Kesehatan
  • Hukum
  • Lingkungan
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Connect With Us :
Copyright © 2018 Kaltim Kece - All right reserved.